Citra Perempuan dan Ketidakadilan Gender dalam Novel Tempurung Karya Oka Rusmini dan Novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam Karya Dian Purnomo
DOI:
https://doi.org/10.62335/sy0es181Keywords:
Citra perempuan, etidakadilan gender, Novel, PatriarkiAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra perempuan dan ketidakadilan gender pada novel Tempurung karya Oka Rusmini dan novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan metode deskriptif, sedangkan sumber data adalah novel Tempurung karya Oka Rusmini dan novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra tokoh perempuan kedua novel berkaitan dengan citra fisik, psikis, dan sosial. Ketiga citra ini dihadirkan oleh pengarang untuk menggambarkan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian pada tokoh perempuan. Citra psikis dan sosial pada kedua novel memiliki persamaan yaitu pada aspek psikis, tokoh Sipleg pada novel Tempurung karya Oka Rusmini dan Magi Diela pada novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo sama-sama menyimpan dendam terhadap orang-orang yang telah memperlakukan mereka dengan tidak adil, sedangkan pada aspek sosial kedua tokoh tersebut sama-sama mencintai orang-orang terdekatnya. Ketidakadilan gender yang dialami tokoh perempuan pada kedua novel adalah dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan, sedangkan bentuk beban kerja tidak ditemukan pada novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra perempuan dan ketidakadilan gender pada kedua novel sama-sama dipengaruhi oleh unsur ekstrinsik budaya patriarki. Pada novel Tempurung karya Oka Rusmini yang berlatar budaya Bali yang memiliki tradisi Mecaru Manca yaitu upacara pembersihan ke segala penjuru mata angin. Di sisi lain novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo berlatar budaya Sumba, Nusa Tenggara Timur yang memiliki tradisi Yappa Mawine yaitu tradisi kawin tangkap.